Minggu, 22 November 2015

ayah penyemangatku

AYAH PENYEMANGATKU

Secercah cahaya menyambut pagi nan hangat di desaku, mengantarkan beribu-ribu pohon tersenyum melambai-lambaikan dahannya, kicauan burung menari bahagia di pepohonan. Enam ekor kucing berkejar-kejaran diatas rerumputan, melihat mereka hatiku tersenyum senang. Mensyukuri nikmat Tuhan yang begitu agung. Sesaat kupandangi rumah ini, rumah tempatku tumbuh besar menjadi seorang gadis 19 tahun. Rumah yang baru sepekan ini aku lihat kembali setelah hampir dua bulan tak kukunjungi. Datang seorang lelaki usia 50 tahun dengan tangan kekarnya sambil membawa kayu bakar. Lelaki yang menjadi kepala keluarga dirumah kecilku ini. Dialah ayahku, seorang petani yang tekun bekerja tak mengenal siang dan malam. Seorang ayah yang mencintai anak gadisnya melebihi segala apa pun. "Nak, apa kamu mau melanjutkan sekolah kejenjang lebih tinggi? Jika kamu mau ayah dan ibu akan mencarikan biayanya, berapa pun itu. Asalkan kamu sekolah dengan sungguh-sungguh dan jujur, ayah dan ibu akan mendukungnya". "Hmmm…. Iya yah, aku mau. Itu keinginanku sejak awal yah, menyelesaikan study sampai jenjang yang tinggi". Aku tersenyum mengingat percakapan singkat itu setahun yang lalu. Percakapan yang berlangsung saat aku masih duduk di kelas 3 SMA 2 BENGKAYANG. Sebuah pertanyaan umum yang terjadi antara orangtua dengan anak-anaknya. Sebuah pertanyaan yang menjadi tonggak dan bekal ku hingga kini bisa menjadi seorang Mahasiswi di UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK. Walau masih setahun setengah aku menjadi seorang mahasiwi, namun inilah wujud dari jerih payah ayah ibuku. Mereka yang tak pernah lelah memberikan semangat dan dukungan padaku. Kembali ku ingat kata-kata nasehat ayah yang panjang lebar saat beliau tahu aku diterima di UMP. Kata-kata yang menjadi semangat dan motivasiku dalam belajar. Kata-kata yang sering terucap dari bibir tuanya. Kata-kata yang membuatku merasa berdosa saat kulupa dan lalai dari kewajibanku. "Nak, alhamdulillah kamu diterima di kampus impianmu. Ayah ikut senang mendengarnya. Sekarang dengarkan nasehat ayah. Ayah ingin kamu benar-benar jadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab, jika 3 tahun lalu ayah menitipkanmu di kota orang yaitu kota bengkayang yang jaraknya tak terlalu jauh dari kampung sehingga ayah dan ibu bisa melihat keadaan dan kondisimu tiap minggu. namun sekarang tidak, jarak kampus dan rumah tidak dekat lagi. Ayah ingin kamu bisa menjaga sikap dan akhlakmu disana, hidup jauh dari orangtua jangan kamu jadikan kesempatan untuk hidup sesuka hatimu, ingat kamu itu anak perempuan, kamu adalah anak perempuan yang satu-tunya sekolah di jenjang yang lebih tinggi. Ayah tak ingin anak gadis ayah buruk masa depannya. Yang ayah dan ibu inginkan adalah anak ayah menjadi anak yang berbakti pada orangtua. ayah tak memintamu untuk menjadi insinyur, dokter, atau pun pengusaha kaya. Yang ayah minta hanya satu, jadilah orang yang jujur! Karena dengan jujur semua akan menjadi baik. Kamu anak ayah, masa depan ayah, kebanggaan ayah. Izinkan ayahmu ini merasa bahagia dan puas menikmati hasil jerih payahnya dalam mendidik anak gadis pertama dari adik-adikmu untuk menjadi anak yang berhasil dunia akhiratnya Nak…" Aku tersenyum mengingatnya. Sambil menghirup udara pagi yang sejuk aku tuliskan sebuah catatan cinta untuk ayahku. "Salam cinta dan sejahtera untuk ayah dan ibu. Aku ingin dunia tahu bahwa aku memiliki seorang hero yang super hero. Seorang ayah yang dengan watak kerasnya mampu mengantarkan anaknya menuju hari ini, hari yang menjadi tempatku berpijak dan tersenyum bangga untuk keluargaku. Ayah yang hanya seorang petani mampu membiayai pendidikan ruhani dan jasadi anaknya sampai jenjang universitas, terus dan terus berlanjut. Ayah yang tak pernah mengenal rasa malu dan lelah. Ayah yang dengan semangatnya membesarkan dan mendidik anaknya untuk menjadi seorang insan yang disiplin, jujur, dan amanah. Aku tak pernah malu menjadi anak ayah, anak seorang petani. Justru aku bangga memiliki seorang ayah yang memiliki semangat juang tinggi untuk pendidikan dan masa depan anaknya. Ayah yang menjadi suri tauladan bagi anaknya. Ayah….. aku berjanji, dengan segala kemampuanku aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik bagimu. Menjadi apa yang engkau mau. Ayah… engkau adalah ayahku, guruku, ustadzku, temanku, cintaku, bahkan engkau adalah presidenku. Terima kasih karena telah menjadi anakmu yah… doa restumu selalu aku minta. Kasih sayang dan cintaku selalu untukmu".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar